Langsung ke konten utama

Cyber Crime dalam UU ITE

Cyber Crime dalam UU ITE
Memahami sejauh mana kebijakan hukum di Indonesia terkait tindak pidana cyber crime dapat diuraikan dalam manajemen hukum untuk tindak pidana cyber crime. Substansi hukum tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai bagaimana institusi-institusi harus berperilaku. Di mana pembentukan peraturan-peraturan yang ada untuk mengatur tindak pidana cyber crime dilakukan sedemikian rupa sehingga norma-norma tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling terkait dan berhubungan sehingga ada harmonisasi.
Negara Indonesia yang masih menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan KUHP masih dijadikan sebagai dasar hukum untuk mengatur tindak pidana cyber crime. Daya berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia masih bersifat terbatas, terutama dalam upaya menanggulangi kejahatan-kejahatan di dunia maya (cyber crime).
Untuk menanggulangi cyber crime di Indonesia, maka pada tanggal 21 April 2008, pemerintah secara resmi memberlakukan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang di dalamnya termasuk mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang beserta sanksi dan ancaman pidananya.
Ciri-ciri khusus dari cyber crime yaitu tanpa kekerasan (non violence),  sedikit melibatkan kontak fisik (minimize of physical contact), menggunakan peralatan (equipment) dan teknologi, serta memanfaatkan jaringan telematika global (telekomunikasi, media, dan informatika).
Ciri-ciri di atas menunjukkan bahwa cyber crime dapat dilakukan di mana saja, kapan saja serta berdampak ke mana saja tanpa batas (borderless). Perbuatan-perbuatan yang dilarang (tindak pidana) serta ancaman pidananya menurut UU ITE yaitu Bab VII Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 UU ITE yang mengatur tentang perbuatan yang dilarang.
Bab XI yang terdiri dari Pasal 45 sampai dengan Pasal 52 yaitu kriminalisasi beserta masing-masing sanksi pidananya terhadap perbuatan yang dilarang sebagaimana yang ditentukan dalam Bab VII.
Secara garis besar perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut UU ITE dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Non Hacking, Hacking, dan perbuatan dilarang selain Non Hacking dan Hacking.
1.      Non Hacking
  • Perbuatan Yang Melanggar Kesusilaan (Pornografi)
1)      Dasar hukum Pasal 27 ayat (1).
2)      Ancaman pidana Pasal 45 ayat (1).
3)      Apabila menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak, dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok (Pasal 52 ayat (1)).
  • Perjudian Online (e-gambling/online gambling)
1)      Dasar hukum Pasal 27 ayat (2).
2)      Ancaman pidana Pasal 45 ayat (1).
3)      Yang dapat dikenai Pasal 27 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (1) hanya penyelenggara pengelola perjudian.
  • Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik
1)      Dasar hukum Pasal 27 ayat (3).
2)      Di dalam dunia maya (cyber), perbuatan ini dikenal dengan istilah cyber stalking, di mana pelakunya disebut cyber stalker.
3)      Kata stalking memiliki arti gangguan-gangguan yang dilakukan secara terus menerus atau tanpa henti dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan oleh pihak yang diganggu, misalnya pengiriman e-mail yang berisi kata-kata kasar atau cabul.
4)      Ancaman pidana Pasal 45 ayat (1).
  • Pemerasan dan/atau Pengancaman
1)      Dasar hukum Pasal 27 ayat (4).
2)      Pemerasan di sini sama pengertiannya dengan istilah black mail di dalam bahasa Inggris.
3)      Sedangkan pengancaman adalah menyampaikan ancaman terhadap pihak lain untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak dikehendaki oleh pihak yang diancam dan sangat mengkhawatirkan bagi pihak diancam apabila ancaman tersebut tidak dipenuhinya.
4)      Ancaman pidana Pasal 45 ayat (1).
  • Penyebaran Berita Bohong dan Penyesatan
1)      Dasar hukum Pasal 28 ayat (1).
2)      Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
3)      Ancaman pidana Pasal 45 ayat (2).
4)      Berita bohong dan menyesatkan itu harus terkait dengan transaksi elektronik.
5)      Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (2) ini dirumuskan sebagai tindak pidana materiil, artinya pelaku hanya dapat dibebani pertanggungjawaban pidana apabila akibat perbuatannya yang telah terjadi mengakibatkan kerugian kepada konsumen yang melakukan transaksi elektronik (e-commerce).
  • Penyebaran Informasi Yang Bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan)
1)      Dasar hukum Pasal 28 ayat (2).
2)      Bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu yang bermuatan SARA.
3)      Ancaman pidana Pasal 45 ayat (2).
4)      Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku di sini dirumuskan sebagai tindak pidana formal.
5)      Artinya sekalipun akibat yang diinginkan oleh pelaku tidak sampai terjadi, maksudnya tidak timbul rasa kebencian atau permusuhan antar individu dan/atau masyarakat, namun si pelaku dapat dipidana.
  • Pengiriman Informasi Bermuatan Ancaman Kekerasan atau Menakut-nakuti
1)      Dasar hukum Pasal 29.
2)      Perbuatan yang diatur di dalam pasal ini dapat dikategorikan sebagai cyber terrorism.
3)      Hasil studi menyebutkan bahwa salah satu ciri dari perbuatan terorisme adalah menyebarkan ketakutan kepada sasarannya.
4)      Ancaman pidana Pasal 45 ayat (3).
2.      Hacking
  • Pembobolan Komputer dan/atau Sistem Elektronik
1)      Untuk mengakses apa saja dengan cara apa pun
a)      Dasar hukum Pasal 30 ayat (1).
b)      Perbuatan ini dikenal dengan nama hacking.
c)      Apabila terjadi pada dunia nyata, maka hacking ibarat memasuki halaman atau tanah kosong orang lain tanpa izin pemiliknya.
d)     Pelaku hacking disebut hacker.
e)      Ancaman pidana Pasal 46 ayat (1).
2)      Untuk mengakses dan memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
a)      Dasar hukum Pasal 30 ayat (2).
b)      Ancaman pidana Pasal 46 ayat (2).
3)      Untuk mengakses dan menaklukkan sistem pengamanan dari sistem komputer yang diakses
a)      Dasar hukum Pasal 30 ayat (3).
b)      Ancaman pidana Pasal 46 ayat (3).
4)      Perbuatan yang dilarang oleh Pasal 30 ayat (2) dan Pasal 30 ayat (3) dikenal dengan apa yang disebut cracking. Bedanya terletak pada tujuan pelakunya. Pada Pasal 30 ayat (2) tujuan pelakunya adalah untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Sedangkan tujuan pelaku dalam Pasal 30 ayat (3) adalah melanggar, menerobos, melampaui atau menjebol sistem pengamanan. Apabila cracking terjadi di dunia nyata maka hal tersebut sama dengan pencurian.
  • Intersepsi atau Penyadapan Atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik Yang Disimpan Dalam Komputer dan/atau Sistem Elektronik
1)      Melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain
a)      Dasar hukum Pasal 31 ayat (1).
b)      Ancaman pidana Pasal 47.
2)      Melakukan Intersepsi atau Penyadapan Atas Transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
a)      Dasar hukum Pasal 31 ayat (2).
b)      Intersepsi atau penyadapan dalam hal sedang berlangsungya transmisi atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
c)      Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tidak bersifat publik.
d)     Intersepsi atau penyadapan itu menyebabkan maupun tidak menyebabkan terjadinya perubahan, penghilangan dan/atau penghentian atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
e)      Ancaman pidana Pasal 47.
  • Mengusik Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
1)      Dasar hukum Pasal 32 ayat (1).
2)      Yang dimaksud dengan perbuatan mengusik informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik adalah mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
3)      Apabila hanya mengakses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik publik (tidak bersifat rahasia), maka hal tersebut tidak dilarang. Misalnya mengakses situs hukum online, legalitas.org, dan lain sebagainya.
4)      Ancaman pidana Pasal 48 ayat (1).
5)      Dasar hukum Pasal 32 ayat (3).
6)      Apabila perbuatan mengusik tersebut mengakibatkan terbukanya suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya, maka ancaman pidananya berdasarkan Pasal 48 ayat (3).
  • Memindahkan atau Mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik Kepada Sistem Elektronik Orang Lain Yang Tidak Berhak
1)      Dasar hukum Pasal 32 ayat (2).
2)      Ancaman pidana Pasal 48 ayat (2).
  • Tindak Pidana Yang Dilakukan Berakibat Terganggunya Sistem Elektronik dan/atau Mengakibatkan Sistem Elektronik Menjadi Tidak Bekerja Sebagaimana Mestinya
1)      Dasar hukum Pasal 33.
2)      Sasaran atau korban dari tindak pidana ini adalah terjadinya gangguan terhadap sistem elektronik, sehingga pengguna tidak bisa mengakses layanan internet.
3)      Tindak pidana ini dikenal dengan istilah Denial of Sevice Attack (DoS Attack) dan Distributed Denial of Service Attack (DDoS Attack).
4)      Ancaman pidana Pasal 49.
5)      Tindak pidana ini masuk kategori tindak pidana materiil, karena pelaku hanya dapat dipidana apabila akibat perbuatannya telah terjadi.
  • Membobol Komputer dan/atau Sistem Komputer Pemerintah dan/atau Untuk Layanan Publik
1)      Dasar hukum Pasal 52 ayat (2).
2)      Melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik.
3)      Pasal 52 ayat (2) ini merupakan lex spesialis dari Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 UU ITE.
4)      Ancaman pidananya dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
3.      Perbuatan Dilarang Selain Hacking dan Non Hacking
  • Tindak Pidana Komputer Yang Menyangkut Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
1)      Dasar hukum Pasal 34 ayat (1).
2)      Tindak pidana ini berupa memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a)      Perangkat keras atau perangkat lunak komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
b)      Sandi lewat komputer, kode akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar sistem elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
3)      Ancaman pidana Pasal 50.
4)      Pengecualian oleh Pasal 34 ayat (2) apabila tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertujuan untuk penelitian, pengujian sistem elektronik, untuk perlindungan sistem elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
  • Tindak Pidana Komputer Yang Merugikan Orang Lain
1)      Dasar hukum Pasal 36.
2)      Melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
3)      Ancaman pidana Pasal 51 ayat (2).
4)      Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ini dirumuskan sebagai tindak pidana materiil, artinya timbul kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana komputer harus sudah terjadi agar pelaku dapat dipidana.
  • Tindak Pidana Yang Dilakukan Di Luar Wilayah Indonesia Terhadap Sistem Elektronik Indonesia
1)      Dasar hukum Pasal 37.
2)      Melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap sistem elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
3)      Pasal ini merupakan perluasan yurisdiksi dari berlakunya perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 UU ITE.
  • Tindak Pidana Komputer atau Sistem Elektronik Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Corporate Crime)
1)      Dasar hukum Pasal 52 ayat (4).
2)      UU ITE mengadopsi konsep korporasi sebagai pelaku tindak pidana (corporate crime).
3)      Apabila korporasi melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37, maka dipidana dengan pidana pokok ditambah duapertiga.

SUMBER
https://www.academia.edu/11030497/CYBER_CRIME_DI_INDONESIA_DITINJAU_DARI_UU_No.11_TAHUN_2008_UU_ITE_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ruang Lingkup Cyber Crime

Ruang Lingkup Cyber Crime Selama ini dalam kejahatan konvensional kita mengenal ada 2 (dua) jenis kejahatan diantaranya sebagai berikut: 1.       Kejahatan Kerah Biru ( Blue Collar Crime ) Kejahatan jenis ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional, misalnya perampokan, pencurian, dan lain sebagainya. Para pelaku kejahatan jenis ini biasanya digambarkan memiliki stereotip tertentu misalnya, dari kelas sosial bawah, kurang terdidik, dan lain sebagainya. 2.       Kejahatan Kerah Putih ( White Collar Crime ) Kejahatan jenis ini terbagi dalam 4 (empat) kelompok kejahatan yaitu kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu. Pelaku dalam kejahatan ini biasanya adalah kebalikan dari pelaku Blue Collar Crime , mereka memiliki pengetahuan tinggi, berpendidikan, memegang jabatan-jabatan terhormat di masyarakat. Sedangkan cyber crime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dun

Ruang Lingkup Cyber Law

Ruang Lingkup Cyber Law Pembahasan mengenai ruang lingkup cyber law dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan internet . Jonathan Rosenoer dalam cyber law - The Law of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law sebagai berikut: 1.       Copy Right (Hak Cipta) Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.       Trademark (Hak Merek) Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada

Contoh Kasus Cyber Law

Contoh Kasus Cyber Law Berkicaunya Denny Indrayana di Twitter ( Defamation ) pada tanggal 18 Agustus 2012. Denny Indrayana adalah seorang aktivis dan akademisi Indonesia yang diangkat menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Seperti kita ketahui belakangan ini namanya mulai muncul di berbagai media, terutama di media online atau jejaring sosial Twitter akibat pernyataannya yang menyudutkan advokat. Seperti advokat koruptor adalah koruptor itu sendiri yaitu advokat yang asal membela membabi buta yang tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupsi. Pernyataan Denny yang di posting di akun Twitter-nya pada tanggal 18 Agustus 2012 pukul 07:09 membuat kalangan advokat merasa tersudut, terutama advokat Oc Kaligis yang sering menangani kasus-kasus para koruptor. Oc Kaligis menilai ada pernyataan Denny di Twitter yang menghina, sehingga beliau melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya atas pencemaran nama baik. Denny dilaporkan atas sejumlah Pasal yakni Pasal 310, 311, dan 315